Melex.id – Indonesia masih berjuang mengendalikan penyakit demam berdarah dengue (DBD) sehingga target 0 kematian akibat dengue sanggup tercapai 2030 mendatang. Selain 3M, ada loh beberapa cara yang mampu diimplementasikan pada rumah.
Tidak banyak orang yang dimaksud tahu 3M sudah berubah menjadi 3MPlus, yaitu selain menguras, menangguhkan juga mendaur ulang barang bekas. Masyarakat melakukan pencegahan perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti di dalam rumah.
Koordinator Substansi Arbovirosis Kementerian Kesehatan, dr. Asik Surya, MPPM menjelaskan semua orang berisiko tertular DBD. Apalagi penderita DBD tertinggi dalam rentang usia 0 hingga 14 tahun sebesar 49,8 persen. Mirisnya, kondisi ini diperparah dengan perubahan iklim saat ini.
“Beberapa stategi nasional dalam menanggulangi DBD di area Indonesia menuju zero dengue death 2030, antara lain koalisi bersama lawan dengue, pemberantasan sarang nyamuk melalui gerakan rumah satu jumantik (G1R1J). Ada juga teknologi nyamuk aedes aegypti ber-wolbachia, kemudian vaksin dengue,” ujar dr. Asik melalui rilis InaHEA Biennial Scientific yang tersebut diterima suara.com, Jumat (3/11/2023).

Adapun beberapa cara untuk mencegah DBD di tempat rumah, mampu dengan melakukan tindakan sebagai berikut:
- Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk. Contohnya seperti ikan cupang, ikan cere, ikan guppy, nila merah, ikan mas, hingga ikan sapu-sapu.
- Menggunakan obat anti nyamuk.
- Memasang kawat kasa pada kaca lalu ventilasi.
- Tidak menggantung pakaian dalam kamar.
- Menabur bubuk larvasida pada penampungan air. Larvasida merupakan salah satu jenis dari golongan insektisida yang mana dispesifikan untuk membunuh larva.
Mirisnya, Deputi Direktur CFHC-IPE, Deputi Direktur CFHC-IPE, FK-KMK Universitas Gadjah Mada dr. Nandyan N. Wilastonegoro mengatakan kasus DBD naik radikal dalam dunia termasuk Indonesia per tahun ada 58 jt hingga 105 jt kasus di tempat seluruh dunia. Padahal pada 1990 hanya saja 800 ribu kasus per tahun.
“Indonesia merupakan salah satu negara yang digunakan memiliki beban DBD yang mana terbesar pada dunia, dimana diestimasikan ada sekitar 7.8 jt kasus DBD. Dari sisi beban keuangan DBD, sebagian besar ditanggung dengan keuangan rumah tangga, serta diikuti oleh JKN kemudian kontribusi dari kerabat,” jelas dr. Nandyan.
Melihat ini, Guru Besar FKM Universitas Indonesia, Prof. Dr. drg. Mardiati Nadjib, M.Sc menilai sudah saatnya Indonesia memperbaiki sistem pelaporan kasus, mengingat Indonesia merupakan negara endemis DBD.
“Apabila hal ini tiada dilakukan, Indonesia berpotensi mengalami kerugian. Jika Indonesia tidaklah dapat menekan beban ekonomi akibat DBD, maka jumlah agregat kasus akan terus meningkat,” kata Prof. Mardiati.
Pernyataan para pakar ini juga dibenarkan Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines, Andreas Gutknecht selaku produsen vaksin DBD untuk anak usia 6 hingga 45 tahun untuk mencegah kematian akibat DBD, dengan mayoritas pasien meninggal merupakan anak-anak.
“Keterlibatan kami dalam inisiatif seperti KOBAR (Koalisi Bersama) Lawan Dengue sebagai salah satu anggota pendiri lalu dalam pelaksanaan kampanye publik #Ayo3mplusVaksinDBD yang digunakan memperkuat upaya pencegahan serta pengendalian DBD yang digunakan komprehensif,” kata Andreas.
Sumber : Suara.com