Melex.id – Pola pertanian tradisional dengan pemakaian pupuk juga pestisida kimia berlebihan sudah pernah berpengaruh terhadap keseimbangan lingkungan yang dimaksud kemudian juga berimbas terhadap produktivitas pertanian di area Desa Rahayu, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban Jawa Timur.
Pertamina EP Sukowati Field melakukan inovasi sosial Prabu Kresna dengan sistem swasembada pupuk melalui pengelolaan sistem Rumah Kompos (Rumpos) berbasis kelompok dengan sistem pola transaksi barter komoditas material limbah organik (kotoran ternak, hijauan, hama keong, dll) dengan barang pupuk kompos siap pakai.
Program ini juga mengembangkan akses akses irigasi berbasis BUMDes untuk menjawab pertanian sistem tadah hujan yang tersebut bukan bertahan dalam saat musim kemarau tiba. GM Zona 11 Muzwir Wiratama mengatakan sektor pertanian berperan penting dalam kehidupan, pembangunan, juga perekonomian Indonesia.
Sebagai negara agraris, sektor pertanian mampu melestarikan sumber daya alam, memberi hidup dan juga penghidupan, serta menciptakan lapangan pekerjaan.
“Untuk menjaga keberlanjutan kemudian memperkuat pemerintah menciptakan ketangguhan sektor pertanian pada Indonesia, PEP Sukowati Field melakukan inovasi sosial Prabu Kresna. Selain itu, program ini juga menghasilkan perbaikan kualitas lingkungan, sejalan dengan komitmen perusahaan dalam melakukan kinerja keberlanjutan melalui program Environmental, Social & Governance (ESG),” ujarnya ditulis Rabu (8/11/2023).
Program ini, lanjut Muzwir, juga berkontribusi dalam capaian jadwal internasional Sustainable Development Goals khususnya tujuan 15 (Ekosistem Daratan), tujuan 6 (Air Bersih kemudian Sanitasi Layak), Tujuan 1 (Tanpa Kemiskinan), serta Tujuan 2 (Tanpa kelaparan).
Sistem pengelolaan Rumpos tiada hanya saja berfokus pada pemenuhan kebutuhan barang unsur pertanian, sistem ini juga mencakup pengorganisasian kelompok petani melalui pembelajaran sekolah lapang yang digunakan berhasil menggeser paradigma pertanian konvensional ke arah pertanian organik khususnya metode SRI yang dimaksud mengembangkan pemanfaatan kemungkinan sumber daya lokal lalu pemanfaatan limbah organik sebagai material utama perbaikan dan juga peningkatan kesuburan tanah.
Penerapan program ini sebagai bentuk upaya perbaikan tanah lahan pertanian serta perbaikan rantai lingkungan pada lahan pertanian. Rantai ekosistem yang digunakan sudah terputus akibat optimalisasi pemakaian pupuk serta pestisida kimia, sekarang mulai kembali.
Perbaikan rantai biosfer ditandai dengan munculnya musuh-musuh alami pada lahan pertanian. Munculnya musuh-musuh alami pada lahan pertanian adalah sebagai bentuk pengendalian hama secara biologi, yang tersebut dengan kata lain inovasi ini turut mengembalikan keanekaragaman hayati.
Selain pemanfaatan limbah organik, program ini juga mengembangkan pemanfaatan sulfur yang diolah menjadi unsur bangun material pembuatan rumah kompos. Pemanfaatan sulfur ini menjadi salah satu upaya pengurangan timbunan sulfur sebagai solusi pencegahan permasalahan lingkungan bagi masyarakat.
Field Manager PEP Sukowati Field Totok Parafianto mengatakan Program Prabu Kresna berhasil menjawab permasalahan krisis pupuk sebagai isu nasional saat ini, melalui sistem swasembada pupuk yang tersebut berbasis pada pengelolaan sistem Rumah Kompos (Rumpos) dengan pola transaksi natura.
Penerapan program ini berhasil melakukan perbaikan lingkungan khususnya pada aspek perbaikan tanah lahan pertanian serta perbaikan rantai sistem ekologi pada lahan pertanian, serta berdampak pada aspek sosial, ekonomi, kemudian kesejahteraan.
“Program ini mewujudkan langkah pasti sistem kehidupan berkelanjutan kemudian budaya berkelanjutan dimana warga mulai kembali hidup dengan berbasis pada prospek lokal yang mana ada sekaligus menerapkan prinsip zero waste melalui pemanfaatan limbah-limbah yang digunakan ada serta penerapan efisiensi sumber daya sebagai bentuk adaptasi lalu mitigasi perubahan iklim,” ujarnya.
Inovasi sosial Prabu Kresna juga berhasil meningkatkan kapasitas publik melalui peningkatan pengetahuan juga keterampilan, juga menyokong terciptanya kohesivitas publik sasaran melalui upaya rekonsiliasi konflik terkait ketegangan sosial antara 2 dusun (Dusun Nggandu kemudian Dusun Kayunan) di tempat Desa Rahayu akibat konflik urusan politik lokal serta menghindari marginalisasi terhadap petani gurem terkait penyediaan akses irigasi.
Dampak dari program ini adalah peningkatan pendapatan petani gurem rata-rata Rp 5,3 juta, petani lahan Rp 22 jt juga buruh tani Rp 8,8 jt per musim tanam. Selain itu dampak lingkungan terdapat pemanfaatan limbah kotoran ternak rata-rata 5 ribu kg/bulan sebagai unsur utama pembuatan kompos kemudian pengurangan 400 kg pupuk kimia/Ha/musim tanam yang meminimalisasi peluang terjadinya residu pada lahan pertanian seluas 1 Ha.
Sutikno, ketua Gapoktan Rahayu, mengakui adanya perbedaan yang signifikan antara hasil panen pertanian organik berbeda dengan metode konvensional.
“Dulu sebelum melaksanakan pertanian organik, kami hanya saja mampu paling banyak panen 2 ton/hektar. Saat ini di tempat musim pertama pertanian organik kami mampu panen rata-rata 7 ton/hektar,” ungkap Sutikno.
Pria yang tersebut akrab dipanggil Pak Wo Tik ini memperkuat penerapan program ini dengan menjadikan lahan bengkoknya untuk dijadikan sebagai salah satu demonstration plot pertanian organik yang tersebut menjadi pusat pembelajaran bersama bagi seluruh anggota gapoktan. Tak hanya sekali itu, Pak Wo Tik juga menyediakan lahan pribadinya untuk kemudian difungsikan untuk pengerjaan rumah kompos yang dimaksud menjadi sentra pembelajaran.
Sumber : Suara.com