Melex.id Yogyakarta – Wilayah Sleman menjadi area yang paling intens menyelenggarakan festival gerobak sapi di tempat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Gerobak sapi yang digunakan jumlahnya masih cukup berbagai itu bahkan disebut menjadi transportasi tradisonal yang tersebut mempunyai daya tarik bagi wisatawan.
“Festival gerobak sapi tak belaka untuk melestarikan alat transportasi lokal ini agar tidak ada hilang ditelan zaman, tapi juga untuk menghidupkan transportasi jadul sebagai salah satu daya tarik wisata,” ujar Kepala Daerah Sleman Kustini Sri Purnomo pada waktu Parade Gerobak Sapi pada Lapangan Wedomartani Ngemplak Sleman pada Minggu, 19 November 2023.
Gerobak sapi sebagai salah satu transportasi tradisional dinilai bersejarah dikarenakan menjadi simbol penting pada perjuangan kemerdekaan RI. Ada semangat juang pahlawan disemarkan pada parade itu.
“Gerobak sapi menjadi simbol kerja keras, kesederhanaan, juga kebersamaan,” kata ia di festival yang mana menyajikan kreativitas serta keterampilan badjingan (pengemudi) di mengendalikan gerobak sapinya itu.
Festival Gerobak Sapi pada Sleman Yogyakarta. (Dok. Istimewa)
Gerobak Sapi Diakui Sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO
Gerobak sapi Yogyakarta sudah pernah ditetapkan sebagai salah satu warisan budaya takbenda Indonesia dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dinas Kebudayaan Wilayah Sleman mencatat, gerobak sapi Yogyakarta sudah mendapatkan penetapan UNESCO itu sejak 2019 dan masuk pada domain Keterampilan dan juga Kemahiran Kerajinan Tradisional apabila mengacu pada konvensi UNESCO Tahun 2003 Convention for the safeguarding of Intangible Cultural Heritage.
Gerobak Sapi Berawal dari Sleman serta Bantul
Gerobak sudah ada ada sejak zaman kolonial hingga sekarang. Melansir Kementerian Pendidikan juga Kebudayaan, sejak berlakunya sistem tanam paksa yang dimaksud kemudian disusul oleh sistem eksploitasi lain, yaitu sistem liberal (1870-1900) serta sistem etis (1900 – 1942) eksploitasi agraris makin intensif kemudian petani menderita kemiskinan dan juga kelaparan. Tanam paksa untuk indigo, kopi, tebu, tembakau juga tumbuhan perdagangan lain dipraktikkan pada seluruh Jawa.
Di tempat vorstenlanden atau area Yogyakarta lalu Surakarta, meskipun tak berlaku sistem Tanam Paksa, dalam daerah-daerah itu telah berlaku sistem persewaan tanah-tanah untuk perkebunan swasta yang praktiknya menyerupai tanam paksa.
Di wilayah Wilayah Sleman juga Bantul sejumlah terdapat perkebunan, khususnya tebu, sehingga sejumlah dibutuhkan gerobak untuk sarana angkutan tebu dari perkebunan ke pabrik.
Setelah Belanda mengalami kekalahan terhadap Negeri Matahari Terbit pada 1942 maka pada masa itu pengoperasian gerobak dikendalikan oleh pemerintah Jepang. Masa itu merupakan fase yang mana sangat menarik untuk mengkaji hambatan transportasi gerobak.
Pengoperasian gerobak sebagai sarana transportasi pada ketika itu mengalami hambatan pada keberadaan sosial perekonomian masyarakat. Hal itu disebabkan akibat gerobak, yang digunakan sebelumnya dimanfaatkan oleh rakyat untuk menopang keberadaan sosial-ekonominya, pada masa penjajahan Negeri Matahari Terbit dipergunakan untuk kelancaran angkutan barang-barang yang digunakan menjadi keperluan pihak pemerintah Jepang.
Oleh pemerintah Jepang, gerobak yang tersebut dipergunakannya dikoordinasikan di satu wadah yang mana disebut kongzo. Di samping itu Negeri Sakura juga mendirikan pos-pos pemeriksaan gerobak yang mana mengakibatkan muatan, baik gerobak yang digunakan menjadi anggota kongzo maupun yang tersebut tidak menjadi anggota kongzo. Setiap gerobak yang digunakan tidak anggota kongzo yang mana lewat di area depan pos pemeriksaan harus berhenti untuk diperiksa. Jika ketahuan mengakibatkan muatan barang-barang permintaan maka akan disita.
Barang-barang yang tersebut disita oleh Jepun pada umumnya keinginan masyarakat, seperti hasil pertanian.
Sarana Transportasi pasca Kemerdekaan
Pada zaman kemerdekaan, mulai tahun 1950 sampai sekarang, gerobak sebagai sarana transportasi masih mempunyai nilai kegiatan ekonomi dalam samping berperan di area pada bidang pembangunan.
Hal itu dimungkinkan oleh sebab itu jumlah total angkutan bermotor belum terlalu banyak. Pabrik gula Madukismo yang digunakan berada di dalam wilayah Daerah Bantul juga mengambil jasa angkutan gerobak untuk melancarkan operasionalnya.
Menjelang akhir tahun itu segala macam angkutan trandisional, seperti kereta kuda, becak, dan juga gerobak, mulai mendapatkan saingan alat angkutan bermotor. Kondisi itu diakibatkan oleh lantaran membanjirnya barang-barang hasil produksi bidang Negeri Sakura ke Indonesia teristimewa kendaraan bermotor.
PRIBADI WICAKSONO
Sumber : Tempo.co