Melex.id –
Jakarta – Ekonom senior sekaligus mantan Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati memprediksi pertumbuhan kegiatan dunia usaha pada dalam kuartal IV 2023 akan semakin melemah. Dia mengatakan data pertumbuhan sektor ekonomi dari tahun-tahun sebelumnya menunjukkan pola perlambatan kegiatan sektor ekonomi di dalam dalam akhir tahun terus berulang.
“Saya coba bandingkan pola data 2021 juga 2022 memang pertumbuhan perekonomian pada tempat kuartal ke-III tambahan landai dari kuartal ke-II, bahkan data menunjukkan polanya di area area kuartal IV itu akan lebih besar tinggi melandai Lagi dibandingkan Q4, ini sebenarnya memberikan kita prakiraan untuk kita antisipasi terutama nanti di dalam area Q4,” kata Anny kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (7/11/2023).
Anny menjelaskan hal yang mana disebut untuk menanggapi data pertumbuhan dunia usaha yang mana dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tentang pertumbuhan kegiatan kegiatan ekonomi Indonesia pada kuartal ke-III tahun 2023. BPS menyebut secara year on year pertumbuhan perekonomian Indonesia pada Q3 berada dalam bilangan bulat 4,94%. Angka yang mana disebut meleset dari perkiraan pemerintah yang dimaksud dimaksud menargetkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto pada kuartal ini tambahan dari 5%.
Anny mengatakan faktor domestik memainkan peran besar terhadap pola perlambatan kegiatan kegiatan ekonomi dalam akhir tahun. Menurut dia, pada kuartal II dunia usaha cenderung tumbuh pesat dikarenakan adanya perayaan puasa, Idul Fitri, Idul Adha serta diikuti libur panjang. Dia mengatakan tiga peristiwa besar itu mendongkrak konsumsi penduduk dari biasanya.
“Saat puasa biasanya demand kita lebih lanjut banyak tinggi dikarenakan antisipasi untuk nanti hari raya Idul Fitri kemudian sebagainya. Lalu libur panjang anak sekolah itu pasti polanya seperti itu,” kata dia.
![]() |
Anny mengatakan faktor kedua yang mana mana menyebabkan sektor sektor ekonomi melambat adalah inflasi. Dia mengatakan meskipun nomor inflasi masih relatif terkendali dalam tempat bilangan bulat 2,56% yoy, namun kontribusi inflasi pangan benar-benar memukul daya beli penduduk terutama pada kalangan bawah juga juga miskin.
“Angka inflasi sangat dipengaruhi oleh nilai komoditas pangan contohnya beras, inflasinya 1,72% month to month, sementara bobotnya dalam 3,3%, kedua ada cabe rawit cabe merah itu biasa musim hujan keduanya bikin inflasi,” kata dia.
Selain itu, Anny juga menyoroti kontribusi inflasi dalam tempat sektor transportasi yang mana disebabkan oleh kenaikan tarif jual substansi bakar minyak. Menurut dia, kenaikan biaya jual minyak itu menimbulkan daya beli umum menengah ke bawah benar-benar tergerus. “Jadi inflasinya ini menyebabkan daya beli terutama warga menengah bawah juga miskin sangat terpengaruh oleh sebab itu kemudian harga jual jual komoditas akan naik,” kata dia.
Anny mengatakan data Otoritas Jasa Keuangan memang menunjukan bahwa kredit rakyat menengah masih tumbuh dua digit. Namun, pertumbuhan kredit itu bukan pada tempat sektor konsumsi, melainkan investasi. Dia mengatakan menurunnya konsumsi masyarakat menengah untuk berbelanja ini dipengaruhi oleh kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia yang digunakan digunakan menciptakan suku bunga kredit menjadi naik.
“Konsumsi mobil, rumah itu mulai turun, dikarenakan golongan menengah pendapatannya kena inflasi, jadi real income-nya turun, sehingga pengaruhnya adalah daya belinya,” ujar dia.
Ekonom Bank Maybank Indonesia Myrdal Gunarto mengatakan pertumbuhan sektor ekonomi memang melambat secara year on year pada periode Q3 2023. Akan tetapi, dilihat secara kuartalan sebenarnya perekonomian Indonesia masih tumbuh. “Ini berarti menjadi sinyal kalau kegiatan ekonomi Indonesia masih tumbuh solid dari periode peak season pada periode 2Q23,” kata dia.
Dia menilai faktor global menjadi penyumbang melambatnya perekonomian Indonesia. Dia mengatakan untuk tahun ini ekspor Indonesia cenderung turun oleh sebab itu melemahnya permintaan global, terutama dari Cina yang dimaksud yang menjadi mitra dagang utama Indonesia. “Untuk tahun ini ekspor cenderung berkurang performanya sebab penurunan permintaan global, terutama dari Cina juga juga lantaran penurunan harga jual jual komoditas andalan ekspor Indonesia,” kata dia.
Artikel Selanjutnya Jokowi Genjot Ekonomi Tetap Tinggi, APBN Bakal Jor-joran!
Sumber : CNBC