Melex.id – Kasus infeksi virus Mpox alias caca monyet pada masa kini kembali mendapat sorotan. Pasalnya, dalam Indonesia sendiri tercatat khususnya dalam Jakarta per 27 Okt 2023 tercatat 15 orang dengan kasus positif, lalu 1 kasus sembuh (Agustus 2022).
Sementara itu, dari 14 orang kasus positif terlibat semua bergejala positif juga diketahui tertular akibat adanya kontak seksual. Melihat kasus itu Ketua Satgas MPox PB IDI, Dr Hanny Nilasari, Sp DVE mengatakan, tingginya Mpox pada Asia Tenggara akibat rakyat masih kurang pengetahuan mengenai penyakitnya dan juga cara menghindarinya.
Hal ini menyebabkan penduduk masih bukan begitu peduli tentang penyakit ini. Akhirnya tiada ada upaya pencegahan. Hal ini yang tersebut menimbulkan penularan juga semakin cepat.
“Terlepas dari tantangan-tantangan ini, penting untuk menyadari peran kesadaran warga dalam mengatasi kesulitan Mpox di dalam Indonesia juga Asia Tenggara. Dengan meningkatkan kesadaran rakyat mengenai gejala-gejala penyakit ini, serta mendidik penduduk tentang cara melindungi diri dari infeksi, kita dapat mengurangi penyebaran penyakit lalu meningkatkan hasil bagi merekan yang terinfeksi,” kata Dr Hanny. dalam rilis yang digunakan diterima Suara.com, Minggu (29/10/2023).
![Cacar monyet (Monkeypox). [Statnews]](https://media.suara.com/pictures/original/2022/05/19/65852-cacar-monyet-monkeypox.jpg)
Kondisi Mpox ini juga semakin mudah menular terutama pada orang-orang yang dimaksud miliki imunitas rendah. Masyarakat juga terlalu menganggap hal ini biasa lalu tak serius. Padahal, kondisi ini juga cukup membahayakan kesehatan.
Di sisi lain, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), DR Dr Moh. Adib Khumaidi, SpOT, PB IDI mengatakan, piHaknya terus melakukan kerja sebanding terhadap seluruh pemaku kepentingan untuk mengurangi jumlah total kasus cacar monyet.
Sementara itu, fokus dari PB IDI juga mengarah kepada peningkatan kesadaran rakyat ada penyakit tersebut. Hal ini akan sangat berguna untuk mengurangi adanya penambahan total kasus-kasus berikutnya.
“Kami terus bersinergi dengan pemerintah untuk memberikan penanganan terbaik bagi para pasien juga masyarakat. Diperlukan upaya berkelanjutan juga kerja identik dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, organisasi layanan kesehatan, kemudian organisasi internasional agar dapat mengatasi hambatan Mpox dalam Asia Tenggara ini secara efektif,” ucap Dr Adib.
“Juga perlu dilaksanakan peningkatan kesadaran publik terhadap penyakit ini, peningkatan akses terhadap pengobatan yang dimaksud efektif, peningkatan pendanaan untuk penelitian lalu upaya pengendalian, serta pembentukan respons terkoordinasi yang mana melibatkan partisipasi semua negara,” sambungnya.
Alasan mengapa Dr Adib berfokus pada penanganan Mpox, khususnya dalam Asia Tenggara sendiri lantaran laporan dari WHO menyebutkan, penyakit satu ini cukup terabaikan di area negara-negara tersebut. Apalagi, infrastruktur medis di tempat Asia Tenggara juga belum sepenuhnya memadai.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan RI juga sudah menyediakan vaksin MPox yang mana telah dilakukan diberikan pada 251 orang dari target 495 orang. PB IDI juga menyarankan beberapa hal terkait penanganan Mpox di dalam antaranya:
- Perlunya edukasi kepada publik luas tentang Mpox, penularan, pencegahan, serta deteksi dini.
- Memberitahu untuk selalu menjaga kontak fisik dengan pasien terduga Mpox, tidak ada menggunakan barang bersama misalnya handuk yang dimaksud belum dicuci, pakaian yang digunakan belum dicuci, atau berbagi tempat tidur , alat mandi kemudian perlengkapan tidur seperti sprei, bantal, serta lainnya.
- Untuk populasi risiko tinggi misalnya mempunyai multipartner, juga kondisi imunokompromais (autoimun, penyakit kronis lainnya) haus hindari perilaku yang dimaksud berisiko. Hubungan seksual harus dilaksanakan dengan aman menggunakan kondom serta lakukan vaksinasi.
- Kepada warga umum, terlebih bagi populasi diatas, dianjurkan untuk segera mengunjungi dokter apabila muncul gejala lesi kulit yang mana tiada khas juga didahului demam.
- Pada kasus terduga Mpox, perlu dijalankan skrining atau pemeriksaan awal merupakan wawancara tentang perkembangan penyakit (anamnesis), pemeriksaan lesi kulit dan juga organ-organ secara detail kemudian lengkap (PF), serta pemeriksaan swab.
- Penyediaan obat antivirus kemudian vaksin didesentralisasi dalam Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota sesuai dengan aturan yang dimaksud ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan dan juga diberikan atas indikasi serta skala prioritas.
Sumber : Suara.com