Keberadaan foto detik-detik proklamasi kemerdekaan dan juga pengibaran bendera merah putih yang mana dianggap menjadi bukti otentik Indonesia Merdeka yang dimaksud beredar dalam buku-buku sejarah, tak dapat dilepaskan dari dua sosok tokoh dengan syarat Sulawesi Utara (Sulut) Frans Sumarto Mendur serta Alex Impuring Mendur.
Meski berjasa dalam menyembunyikan dokumen bersejarah tersebut, kedua tokoh ini sampai sekarang belum mendapat gelar Pahlawan Nasional yang dimaksud biasanya diberikan setiap Peringatan Hari Pahlawan 10 November.
Penobatan kedua tokoh itu untuk menjadi pahlawan nasional terbentur dengan persyaratan teknis lalu administrasi seperti tercantum dalam undang-undang.
Menurut Piere Mundur, yang masih terhitung keturunan Alex Mendur, persoalan yang digunakan mengganjal bukan cuma di area permasalahan administrasi saja.
“Untuk hal yang dimaksud satu ini, tentu dibutuhkan dukungan, minimal dari warga dalam Kawangkoan Raya sendiri, yang mana juga adalah kampung halaman Alex Mendur lalu Frans Mendur,” ungkapnya Piere Mendur yang mana sekarang mengelola Tugu Pers Mendur di dalam Kawangkoan kepada Berita Manado-jaringan Suara.com, Jumat (10/11/2023).
Piere sendiri mengakui, masih mengusahakan agar keduanya dapat mendapatkan gelar pahlawan nasional. Ia mengaku masih terus melakukan upaya nyata.
Sementara itu, wartawan selama Kawangkoan, Herdy Mendur menyatakan dukungan agar menjadikan Alex Mendur serta Frans Mendur sebagai pahlawan nasional.
“Semoga hanya upaya yang tersebut akan kita lakukan bersama ini dapat membuahkan hasil yang dimaksud memuaskan, sehingga Mendur bersaudara dapat menjadi pahlawan nasional,” harapnya.

Berjuang Lewat Foto
Alexius Impurung Mendur serta Frans Soemarto Mendur merupakan sosok kakak beradik yang tersebut lahir dalam Kawangkoan, Sulawesi Utara.
Alex Mendur lahir pada 7 November 1907, sedangkan Frans Mendur lahir 16 April 1903. Keduanya merupakan anak dari pasangan August Mendur juga Ariance Mononimbar.
Selama pendudukan Jepang, Alex ditugaskan ke cabang lokal dari kantor berita Jepang, Domei Tsushin dan juga menjadi kepala departemen fotografi.
Frans Mendur saat itu bekerja di dalam surat kabar Asia Raya. Ketika mendapatkan informasi digelarnya upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia melalui Kantor Berita Domei, merekan tak buang-buang waktu untuk menuju lokasi yang tersebut berada di area Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta.
Mereka kemudian mengabadikan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Namun saat Alex Mendur memotret momen tersebut, kameranya dirampas Tentara Jepang.
Beruntung, Frans Mendur sudah memotret momen ikonik tersebut. Untuk menghindari kemungkinan disita oleh Tentara Jepang, dia kemudian menggulung roll film serta menguburnya di tempat Kantor Harian Asia Raya.
Akhirnya, foto-foto karya Frans Mendur yang dimaksud bersejarah itu terbit enam bulan kemudian atau pada Februari 1946 di dalam Harian Merdeka.
Selain foto ikonik momen proklamasi, kedua bersaudara ini juga mengabadikan momen perjuangan tokoh-tokoh besar lainnya.
Karya Alex Mendur yang dimaksud paling dikenal yakni penjemputan Jenderal Sudirman saat perang gerilya, Perjanjian Linggarjati, Konferensi Meja Bundar, Peristiwa Bandung Lautan Api hingga Konferensi Asia Afrika.
Koleksi foto yang disebut saat ini bisa saja dilihat di tempat sebuah rumah panggung yang dimaksud terbuat dari kayu, ciri khas rumah adat Minahasa. Bagian bawah dijadikan sebagai tempat tinggal dari pasangan suami istri Pierre Charles Mendur kemudian Dina Fitrianti Soerahman.
Sementara kedua fotografer yang diabadikan dengan keberadaan patung sebagai bentuk penghormatan. Patung keduanya yang tersebut berdiri di tempat atas kamera merek Leica berwarna keemasan.
sumber : Suara.com