Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri merespons adanya dugaan intimidasi yang dijalankan oleh pengawal Firli Bahuri terhadap dua wartawan pada Aceh.
Ali Fikri mengaku masih mengecek informasi tersebut.
“Kami nanti segera dicek ya. Karena memang kami kan tak tau siapa yang mana melakukan itu,” ujarnya pada Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (10/11/2023).
Ali menegaskan bahwa KPK menjamin kebebasan pers untuk menghasilkan pemberitaan. Ia menekankan bahwa dugaan intimidasi yang diduga diimplementasikan oleh pengawal Firli bukan sepatutnya terjadi.
“Tapi yang mana pasti tidak ada boleh kalau memang betul ada intimidasi pada teman-teman jurnalis, oleh sebab itu kami sangat yakin pada kebebasan pers untuk teman teman dapat informasi juga disampaikan kepada masyarakat,” ungkap Ali.
Namun, Ali belum yakin bila dugaan intimidasi itu diimplementasikan oleh pengawal Firli.
“Yang pasti kami belum tahu apakah dari pihak KPK atau bukan. Apakah itu diimplementasikan pegawai KPM atau bukan kita tiada bisa saja buktikan. Kami belum sanggup memastikan,” tambahnya.
Sebelumnya diberitakan, dua jurnalis Aceh diduga diintimidasi oleh pengawal Firli Bahuri saat meliput pertemuan Firli bersama Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Aceh pada warung Sekretariat Bersama atau Sekber wartawan Aceh.
Kedua wartawan yang dimaksud diduga diintimidasi tersebut, yakni Raja Umar wartawan Kompas TV serta Kompas.com, serta pewarta Puja TV (TV lokal Aceh) Lala Nurmala. Saat itu, Firli bersama JMSI sedang ngopi juga makan durian di area Sekber wartawan Aceh, Kamis (9/11) malam.
“Saya dihampiri oleh polisi yang mengenakan pakaian preman lalu memohon agar saya hapus foto pertemuan Firli,” kata Raja Umar, di tempat Banda Aceh, Jumat (10/11/2023).
Kronologi Peristiwa
Umar menjelaskan, peristiwa itu bermula ketika dirinya mendapatkan informasi kedatangan Firli ke Sekber jurnalis Banda Aceh sekitar pukul 20.49 WIB melalui group wartawan TV.
Umar pun langsung bergegas dari rumah ke lokasi dengan menggunakan sepeda motor, sekitar 15 menit ia sampai ke lokasi. Setelah itu, Umar mengeluarkan ID pers lalu kamera dari tasnya, lalu langsung menghampiri Firli yang sedang duduk santai.
“Saya memperkenalkan diri bahwa saya wartawan Kompas TV ingin mewawancara Ketua KPK terkait rencana kunjungan ke Aceh serta tanggapannya terhadap tudingan Firli mengulurkan waktu dari panggilan Polda Metro Jaya,” ujarnya.
Setelah itu, Firli tidaklah memberikan komentar sebab sedang makan durian, dan juga Umar menyatakan siap menunggu ketua KPK itu selesai makan durian.
“Tak lama setelah itu polisi pengawal Firli langsung mengingatkan saya tidaklah boleh video juga foto. Lalu saya jawab santai bos, saya lagi kerja, saya wartawan, sambil saya berjalan duduk menjauh dari meja pertemuan Firli dengan JMSI,” kata Umar.
Karena Umar menolak untuk menghapus, pengawal hal tersebut menyatakan bahwa dirinya manusia polisi dan juga berhak mengajukan permohonan penghapusan foto tersebut.
Selanjutnya, sebab ada paksaan untuk membuka galeri dalam handphone, Umar langsung menghidupkan rekaman audio, juga menanyakan foto apa yang tersebut harus dihapus.
“Polisi (pengawal Firli) itu tahu saya merekam audio, dia juga memohonkan menghapus rekaman tersebut, lalu saya melawan,” tuturnya.
Karena merasa diintimidasi, rekaman audio itu dikirimkan Umar ke group Kompas.com. Tujuannya, jika terjadi sesuatu dengan dengan dirinya, maka itu menjadi salah satu barang bukti kemudian hari.
“Karena ada insiden itu kemudian saya langsung mengabari ke beberapa wartawan TV yang tergabung dalam IJTI agar merek segera ke lokasi untuk sama-sama meliput Firli,” kata Umar.
Selain Umar, wartawan Puja TV Nurmala juga mengalami hal serupa, kepada dirinya juga diminta agar foto pertemuan Firli hal itu juga dihapus.
Nurmala menyatakan bahwa dirinya sempat mengambil foto lalu video ketika Umar berbicara dengan pengawal Firli, kemudian kemudian itu juga diminta hapus. Tak semata-mata itu, ia kemudian didatangi pengawal Firli lalu memaksa melihat gambar dalam galeri handphone jurnalis itu, bahkan hingga ke spam.
“Sudah aku hapus, dan juga tersimpan dalam spam. Lalu, itu juga disuruh hapus, padahal handphone itu privasi saya,” kata Nurmala.
Dalam kesempatan ini, Direktur Puja TV Jamaluddin, menyayangkan terhadap peristiwa tersebut, seharusnya semua pihak harus menghormati profesi dan juga tugas jurnalistik.
“Saya harap pihak dari organisasi kewartawanan bisa jadi mengadvokasi kesulitan ini di area lapangan,” demikian Jamaluddin.
Pewarta melaporkan, Sekber wartawan itu tempat Firli makan durian yang disebut merupakan warung kopi tongkrongan para wartawan dalam Aceh, sebelum atau sesudah liputan, sehingga lokasinya merupakan area publik, apalagi acara itu diadakan JMSI.
sumber : Suara.com