Melex.id Menteri Koordinator Area Maritim serta Penanaman Modal (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan akhirnya menyingkap pendapat terkait Haris Azhar serta Fatia Maulidiyanti yang dituntut hukuman 4 dan juga 3,5 tahun penjara terkait persoalan hukum pencemaran nama baiknya.
Menurut Luhut, tidaklah ada kebebasan berpendapat yang mana absolut. Ia menilai setiap kebebasan harus bisa saja dipertanggungjawabkan.
“Tidak ada kebebasan absolut itu. Saya berkali-kali ungkapkan kebebasan bertanggung jawab, itu kebebasan bertanggung jawab dong,” ujar Luhut dikutipkan dari akun Instagram pribadinya, Hari Sabtu (18/11/2023).
Luhut menekankan, bahwa Haris lalu Fatia tak boleh berlindung di area balik status pegiat lingkungan pada tindakan hukum pencemaran nama baik. Dia meminta-minta Haris serta Fatia mempertanggungjawabkan perbuatannya di dalam muka persidangan.
“Mentang-mentang berlindung dalam balik lingkungan hidup. Padahal anda memanipulasi banyak hal serta nggak boleh dong,” kata Luhut.
“Jadi anda harus bertanggung jawab, ya buktikan di tempat pengadilan,” imbuhnya.
Diketahui, Haris Azhar dituntut 4 tahun penjara di area tindakan hukum pencemaran nama baik Luhut. Sementara Fatia dituntut 3,5 tahun penjara.
Haris juga dituntut membayar denda pidana sebesar Simbol Rupiah 1 jt dengan subsider 6 bulan kurungan penjara. Sedangkan Fatia dituntut membayar denda pidana sebesar Simbol Rupiah 500 ribu dengan subsider 3 bulan pidana.
Dalam tuntutannya, jaksa meyakini Haris juga Fatia melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, di sidang dakwaan, jaksa menyatakan pernyataan Haris serta Fatia di sebuah video yang diunggah melalui akun YouTube milik Haris sudah pernah mencemarkan nama baik Luhut.
Video yang disebutkan berjudul ‘Ada Lord Luhut di area Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada1! >NgeHAMtam’. Hal yang digunakan dibahas di video itu adalah kajian cepat Koalisi Bersihkan Indonesia dengan judul ‘Ekonomi-Politik Penempatan Militer di area Papua: Kasus Intan Jaya’.
Sumber : Suara.com