Melex.id –
Jakarta – Pemerintah maupun para ahli di area dalam sektor minyak lalu gas bumi (migas) kompak bersuara yang tersebut dimaksud serupa terkait penurunan produksi minyak nasional Indonesia. Data Kementerian ESDM mencatat, sampai pada 4 November 2023, produksi harian minyak nasional tercatat baru mencapai 571.280 barel per hari (bph) atau 86,5% dari target produksi minyak 2023 ini sebesar 660.000 bph.
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif membeberkan turunnya produksi minyak nasional oleh sebab itu sumur minyak pada area Indonesia sudah tua, sehingga rasio air tambahan tinggi besar dibandingkan minyak ketika diproduksi.
“Jadi memang kan sumur kita juga sudah tua ya memang sumurnya memang umur. Kan minyak itu semakin lama dipompa kan akan semakin dalam, kemudian campurannya juga serupa air makin banyak. Jadi yang dimaksud dimaksud dipompa dulunya hasil minyak 10 liter, 9 liternya minyak, kalau sekarang sudah sekian puluh tahun sudah setengah liter minyak setengah liter air,” jelas Menteri Arifin di dalam area Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, dikutip Selasa (7/11/2023).
Saat ini pemerintah terus mengupayakan untuk terus mempertahankan produksi minyak harian dalam negeri dengan memaksimalkan sumur tua dengan memperdalam pengeboran. Salah satu yang mana mana dilaksanakan adalah menambahkan produksi dari sumur minyak non konvensional (MNK) salah satunya di area area Gulamo.
“Tapi untuk penambahan itu harus ada menambahkan yang mana yang baru, itu sekarang dalam Gulamo, itu yang digunakan nonkonvensional atau MNK. Sejauh ini indikasinya sih ada harapan di tempat tempat Gulamo, akibat sudah selesai dibor,” tuturnya.
Founder & Advisor ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto menjelaskan, penurunan produksi minyak nasional disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya akibat produksi migas RI masih mengandalkan lapangan-lapangan yang mana sudah berumur tua.
Oleh sebab itu, kenaikan biaya jual minyak mentah pada kancah global tidaklah ada akan berpengaruh signifikan dalam kenaikan produksi. Hanya saja, kenaikan biaya jual minyak akan membantu dari sisi keekonomian.
“Yang akan menciptakan produksi naik adalah kalau sudah ada penyetoran modal juga produksi dari lapangan-lapangan baru yang tersebut digunakan skalanya besar seperti sekelas Blok Cepu atau Rokan misalnya. Harus berhasil dulu eksplorasinya atau upaya EOR nya di area area lapangan besar sekelas itu, baru akan mampu sekadar naik produksi,” kata Pri kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (7/11/2023).
Senada, Ketua Komite perkembangan sektor ekonomi Aspermigas Moshe Rizal menilai penurunan produksi minyak yang mana mana terus terjadi di tempat tempat Indonesia lantaran mayoritas lapangan migas pada Indonesia sudah cukup berumur. Sehingga dari sisi produksi akan terus mengalami penurunan secara alamiah.
“Namun bukan berarti bukan ada lagi prospek untuk Indonesia meningkatkan produksi, sebab prospek migas yang digunakan yang disebut belum ter-eksplorasi ataupun ter-produksi masih sangat besar, belaka semua itu membutuhkan pengerjaan dunia usaha yang tersebut dimaksud tak kecil,” kata Moshe.
Moshe memerinci, setidaknya terdapat dua hal yang mana itu dapat mengurangi penurunan produksi minyak nasional. Pertama, yaitu optimalisasi produksi yang mana mana ada seperti dengan workover wells, peningkatan produktivitas kemudian pemanfaatan sumur-sumur yang digunakan digunakan ditinggalkan (abandon wells) dengan re-entry.
Kemudian yang mana mana kedua yakni dengan percepatan monetisasi rencana pengembangan lapangan migas atau Plan of Development (PoD). “Dan kalau untuk meningkatkan produksi nasional, ada dua hal juga, yaitu implementasi teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) juga Eksplorasi untuk menemukan cadangan-cadangan baru,” tambahnya.
Sulit Capai Target
Oleh sebab itu, ia pun menggerakkan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) selaku regulator dalam sektor hulu, untuk dapat mempermudah proses-proses yang mana perlu dilalui Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Khususnya dalam menjalankan aktivitasnya dalam dalam Indonesia.
“Perlu untuk SKK Migas mengambil kembali perannya sebagai pemegang hak kuasa tambang, yaitu bertanggung jawab dalam pengurusan perizinan serta pembebasan lahan, KKKS sesuai namanya hanyalah kontraktor pemerintah yang dimaksud hal tersebut bertanggung jawab segala hal-hal teknis serta juga pendanaannya,” kata Moshe kepada CNBC Indonesia, Selasa (7/11/2023).
Sementara itu, Praktisi Migas Hadi Ismoyo menilai cukup berat untuk merealisasikan target produksi terangkut (lifting) minyak seperti yang mana sudah ditetapkan dalam tempat dalam APBN 2023. Mengingat, target lifting minyak tahun ini berada di area tempat level 660 ribu barel per hari (bph).
“Proyeksi sampai akhir tahun diperkirakan sangat berat untuk mencapai target APBN di tempat dalam hitungan 660 ribu bph,” kata Hadi kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (7/11/2023).
Bahkan menurut Hadi, sampai akhir tahun 2023 diproyeksikan produksi minyak nasional justru akan dalam tempat bawah 620 ribu bph dengan estimasi 609 ribu bph. Sedangkan untuk lifting minyak, diproyeksikan hingga akhir tahun ini cuma belaka berada pada level 591 ribu bph.
Mirip era 1960-an
Bila dirunut ke belakang, produksi minyak nasional ini bahkan pada bawah level produksi pada era tahun 1968-an.
Produksi minyak RI pada 1968, berdasarkan data BP Statistical Review, tercatat mencapai 599.000 bph, sebelum mengalami kenaikan terus-menerus yang digunakan mana mencapai masa puncak produksi pada 1977 sebesar 1.685.000 bph, lalu puncak produksi ke-2 sebesar 1.669.000 bph pada 1991, hingga kemudian terus mengalami penurunan secara bertahap.
Adapun sebelum 1968, produksi minyak RI masih berada di area area level 400 ribuan barel per hari. Berikut datanya:
1965: 486.000 bph
1966: 474.000 bph
1967: 510.000 bph
1968: 599.000 bph
1969: 642.000 bph
1970: 854.000 bph
Bila dibandingkan dengan data produksi minyak rata-rata selama Januari-September 2023, produksi minyak harian ini juga terlihat penurunan. Mengutip data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), hingga September 2023 produksi minyak mencapai sebesar 608,6 ribu barel per hari (bph). Per 31 Oktober 2023 lalu, Kementerian ESDM mencatat produksi minyak 582,69 ribu bph.
Sementara lifting minyak pada Semester I-2023, berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak lalu Gas Bumi (SKK Migas), tercatat baru mencapai 615,5 ribu bph, atau 93% dari target dalam APBN 2023 yang hal itu sebesar 660 ribu bph.
Adapun realisasi produksi minyak RI pada 2022 tercatat mencapai 644.000 bph.
Artikel Selanjutnya Wow! 27% Minyak Pertamina dari Lapangan Luar Negeri
Sumber : CNBC