Melex.id – Perkembangan kasus dugaan korupsi Penyediaan Infrastruktur BTS 4G (proyek BTS 4G) makin menarik belaka untuk disimak usai mantan Menteri Komunikasi dan juga Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate divonis selama 15 tahun penjara kemudian denda Rp1 miliar.
Salah satu hal yang mana paling ramai serta diperbincangan masyarakat adalah masalah penafsiran kerugian negara oleh Kejaksaan Agung berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan juga Pembangunan (BPKP) dimana nilai kerugian negara yang tersebut disebutkan dalam audit itu lebih besar besar dari nilai proyek yang tersebut dikerjakan oleh gabungan pemenang lelang.
Dalam dokumen White Paper yang ditulis Maqdir Ismail yang tersebut juga merupakan penasihat hukum Galumbang Menak Simanjuntak mengungkapkan, berdasarkan fakta-fakta persidangan pada 31 Desember 2022 saat kasus ini mulai bergulir, jumlah total menara BTS tahap I yang telah terjadi selesai dibangun sebanyak 3.029 menara (on air lalu ready on air), dimana 2,952 menara (on air) diantaranya sudah terkoneksi ke operator seluler.
“Bahkan sampai awal September 2023, jumlah keseluruhan menara yang tersebut telah terjadi selesai kemudian terkoneksi ke operator atau siap dikoneksikan ke operator seluler sudah mencapai hampir 100%, itu diluar site yang mana terkendala oleh keadaan kahar. Dana perkembangan BTS yang tersebut kategori kahar yang juga telah dilakukan dikembalikan kepada negara,” tulis Maqdir dalam dokumen White Paper yang mana dilihat Suara.com Kamis (9/11/2023).
Dalam kasus dugaan korupsi proyek BTS 4G ini Kejaksaan Agung menyebutkan adanya kerugian sebesar Rp 8,03 triliun. Jumlah itu lebih lanjut besar dari dana realisasi yang diterima oleh aliansi penyedia infrastruktur BTS yang dimaksud semata-mata mencapai Rp 7,7 triliun (setelah pajak).
Kejagung menyebut kerugian itu berasal dari kegiatan penyediaan infrastruktur BTS juga infrastruktur pendukungnya yang digunakan belum selesai dikerjakan. Sedangkan pemerintah sudah melakukan pembayaran 100%. Dari total target 4.200 menara BTS yang harus selesai dibangun, sebanyak 3.242 menara BTS belum selesai dikerjakan hingga tenggat 31 Maret 2022. Artinya hanya sekali 958 menara atau hanya saja 23% menara BTS yang digunakan diakui oleh BPKP.
Maqdir Ismail menjelaskan, 3.242 BTS yang mana dianggap mangkrak oleh Kejagung hal itu sejatinya sebagian besar sudah pernah selesai serta belaka menunggu proses serah terima secara administratif. Oleh dikarenakan itu BPKP seharusnya tetap dapat menilai valuasinya sehingga tidak ada dapat dianggap sebagai kerugian negara.
“Faktanya menara yang digunakan dipersoalkan itu sudah berdiri juga dapat dioperasikan. Bahkan BTS-BTS itu sudah pernah memberikan sinyal 4G kepada masyarakat, serta telah dilakukan memberikan manfaat bagi operator seluler maupun BAKTI yang digunakan menerima pembayaran dari operator seluler,” jelas Maqdir.
Oleh karenanya Maqdir menilai kerugian negara dalam dakwaan Kejaksaan sangat tidak ada tepat. “Bagaimana mungkin penuntut umum kejaksaan mendakwa bahwa proyek BTS yang digunakan belum selesai dianggap sebagai kerugian negara (total loss). Padahal seharusnya proyek BTS yang digunakan masih proses pengerjaan sudah sewajarnya dihitung lantaran barang yang tersebut sudah dibeli telah dilakukan menjadi milik negara. Selain itu, dalam perkembangannya jumlah keseluruhan proyek BTS yang mana masih tahap pengerjaan terus menurun,” ujarnya.
Dalam laporan keuangannya, Kementerian Kominfo juga menyebutkan bahwa keberadaan ribuan BTS yang digunakan dipersoalkan itu sudah dilaporkan sebagai aset tetap. Yaitu merupakan bangunan dalam pengerjaan yang tersebut menunjukkan adanya pengakuan negara bahwa aset telah lama menjadi milik negara serta bukan merupakan suatu kerugian negara total loss.
Mira Tayyiba, Sekjen Kominfo dalam persidangan pada 14 September 2023 lalu juga menyampaikan bahwa BTS-BTS itu sudah pernah dicatat dalam laporan keuangan Menkominfo sebagai Aset Dalam Konstruksi.
Selain eks Menkominfo itu, eks Direktur Utama (Dirut) Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan juga Informasi (Bakti) Anang Achmad Latif, juga eks tenaga ahli Human Development (Hudev) Universitas Indonesia (UI) Yohan Suryanto juga menjadi tersakwa dalam kasus ini.
Dalam perkara ini, Johnny, Anang Achmad Latif, dan juga Yohan Suryanto dinilai terbukti melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri, orang lain, atau korporasi yang dimaksud merugikan negara Rp 8,032 triliun.
Sumber : Suara.com